TEKOA MINISTRY

Jumat, 30 November 2018

Tuntutan & Hak Israel atas Palestina. (Thomas N.Davis)

Tuntutan Israel baik secara Al-Kitabiah, secara teologia, secara hukum, maupun secara praktis terhadap sebuah wilayah geografis yang lebih dikenal sebagai tanah Palestina. Kita tidak perlu meragukan lagi bahwa hal ini merupakan sebuah masalah yang sangat kontroversial dan sangat rumit. Masalah itu kontroversial karena individu-individu tertentu, seperti kaum teologis liberal, mengakui keberadaan Israel di negeri tersebut sejak zaman dahulu, tetapi mengingkari hak mereka atas wilayah tersebut untuk zaman ini dan masa mendatang.



Kelompok-kelompok lain, seperti kaum muslim, bahkan lebih jauh lagi mengingkari keberadaan Israel di zaman dahulu di negeri itu dan secara aktif menentang arkeologi Israel yang dapat membuktikan keberadaan mereka pada zaman dahulu itu. Kelompok yang ketiga, mencakup kaum Yahudi ortodoks, sangat mengagungkan warisan zaman kuno itu, tetapi mereka menyebut negara modern Israel tidak sah karena sifat pemerintahannya yang sekuler.

Masalah ini diperumit lagi dengan berbagai pembagian periode waktu - masa lalu, masa sekarang, dan mendatang. Masalah itu juga menjadi semakin rumit dengan munculnya "triumphalisme" (aliran kemenangan) dan teologi baru dari beberapa kelompok Kristen, yang menganggap orang-orang Kristen sebagai Bangsa yang Terpilih, menggantikan bangsa Israel yang tidak mau bertobat, dan bahwa merekalah yang berhak mewarisi berkat-berkat Israel dalam bentuk spiritual.

Pendapat tersebut bertentangan dengan kecenderungan sejarah dan bisa dimanfaatkan sebagai alat anti - Semitisme (anti Yahudi). Pembagian utama atas teologi evangelis yang sudah berkembang sejak Reformasi Protestan dibedakan oleh jawaban mereka terhadap dua pertanyaan kunci berikut :
1. Mengapa Allah memilih bangsa Yahudi?
2. Mengapa Allah memilih Saulus dari Tarsus?

Pertanyaan pertama memberikan definisi peran Israel dalam rencana Allah bagi sejarah umat manusia di masa lalu, masa sekarang, maupun masa mendatang.

Pertanyaan kedua memberikan definisi tentang gereja dalam hubungannya dengan Israel, yaitu,"Benarkah gereja menyatukan Israel di masa lalu dan menggantikan Israel di masa sekarang, atau adakah pemisahan antara bangsa Israel di masa lalu dan di masa mendatang?

Kalau Allah hanya memiliki satu rencana saja - yaitu gereja, lalu mengapa Ia menghabiskan waktu tiga tahun ditambah dengan setengah tahun dengan 12 rasul itu, lalu tiba-tiba memilih seorang dari luar kelompok itu menjadi "rasul bagi orang-orang bukan Yahudi?"

Jawabannya : kedua belas rasul itu terutama dipersiapkan untuk kerajaan sang Mesias, dan dalam penantiannya, mereka membantu dalam pendirian gereja. Sementara itu, Rasul Paulus dilatih khusus sebagai seorang ahli teologia dari "aliran baru" dan yang kemudian mendominasi penulisan surat-surat bagi jemaat yang akhirnya terbentuk menjadi Al-Kitab Perjanjian Baru.

Kerumitan terakhir berkaitan dengan nama "Palestina" itu sendiri. Sebenarnya nama itu tidak cocok untuk diberikan atas wilayah yang telah dijanjikan kepada bangsa Israel, karena nama itu berasal dari "Filistin", dan dicantumkan dalam mata uang logam Romawi tahun 135 M dengan tujuan menghilangkan pengaruh Yahudi (Judaism) terhadap negeri Israel.

Karena itu popularitas nama itu di antara kaum Muslimin telah melahirkan nama bagi organisasi mereka, Palestine Liberation Organization (PLO) yang sekarang diketuai oleh Yasser Arafat. Arafat bahkan sudah melangkah terlalu jauh dalam usahanya mengubah sejarah dengan memproklamasikan bahwa Yesus dari Nazareth dan Paulus dari Tarsus adalah "orang-orang Palestina."

Istilah "Tanah Suci" (Holy Land) adalah istilah bernada kasih sayang yang akrab di antara orang-orang Kristen, tetapi tidak dihargai oleh orang-orang Israel modern karena kaitannya yang erat dengan Kekristenan.

Sebenarnya istilah "Tanah Suci" hanya satu kali disebutkan dalam Al-Kitab, yaitu dalam kitab Zakharia 2 : 12 (TB) sbb : Dan TUHAN akan mengambil Yehuda sebagai milik-Nya di tanah yang kudus, dan Ia akan memilih Yerusalem pula.

Nama kesayangan bagi wilayah itu dalam literatur para rabi adalah "Negeri Tempat Rusa" (The Land of the Gazelle) karena hadirnya binatang kecil sejenis rusa berkeliaran di wilayah itu. Nama lain bagi wilayah itu dalam bahasa Ibrani adalah 'Ha Aretz' yang berarti "Tanah atau Negeri" atau Eretz Yisrael (Land of Israel) atau negeri Bangsa Israel. Istilah "Israel" akan digunakan untuk mewakili Bangsa Pilihan Allah maupun Negeri Perjanjian.

TUNTUTAN ATAS WILAYAH ITU MENURUT AL-KITAB.

Sejak sangat awal, dalam kitab Kejadian 9:27 Al-Kitab sudah mencatat sebuah ramalan tentang sebuah tempat khusus yang akan dimiliki oleh bangsa Yahudi sesuai dengan rencana Allah dalam sejarah. Tidak lama sesudah terjadinya air bah besar, Allah meramalkan melalui Nuh bahwa Ia sendiri akan tinggal dalam kemah-kemah Sem. Dari nama "Sem"-lah kita mendapatkan kata Semites yang merupakan salah satu cabang dari sekian banyak cabang silsilah keturunan Yahudi. Sejak kitab Kejadian pasal 12, kita mengenal Janji Allah kepada Abraham yang terkenal itu. Perjanjian itu menjanjikan sumber berkat (berkat materi maupun rohani) sebuah biji-bijian (secara umum melambangkan keturunan, dan secara khusus merupakan lambang bagi Mesias), dan tanah (tempat yang akan ditunjukkan oleh Allah kepada Abraham, dan karena itu merupakan Negeri Perjanjian").




Janji akan tanah itu diulang lagi kepada Abraham dalam Kejadian 13, 15, 17 dan 22. Kemudian janji itu diperbarui lagi kepada Ishak (Kejadian 26), Yakub (Kejadian 28), dan diasumsikan dalam ramalan kepada 12 anak Yakub (suku-suku Israel) dalam Kejadian pasal 49. Salah seorang dari anak Yakub, yaitu Yusuf, begitu yakin akan janji tersebut, sehingga ketika menghadapi kematiannya di Mesir, ia membuat pernyataan supaya jenazahnya harus dibawa kembali ke negeri perjanjian itu untuk dimakamkan disana.

Masa empat ratus tahun yang dilewatkan oleh bangsa Yahudi di luar negeri perjanjian itu dinilai sebagai masa pengasingan yang tragis dari tanah yang dijanjikan kepada Abraham, Ishak dan Yakub. Sejak saat itu sampai sekarang ini, selama lebih dari 3400 tahun, tiap tahun bangsa Yahudi merayakan pembebasan nenek moyang mereka dari perbudakan di Mesir dan kembali ke negeri yang dijanjikan Allah, dalam perayaan Paskah tahunan, serta menjadikannya sebagai hari raya yang paling lama dikenal dalam sejarah umat manusia.

Kitab Keluaran, Imamat, dan Bilangan mencatat perjalanan pulang serta kembalinya kehadiran bangsa Yahudi di negeri itu. Dalam kitab Bilangan pasal 34 dan Ulangan pasal 28 - 30, yaitu pada waktu Musa menyerahkan tongkat kepemimpinan kepada Yosua, bahwa batas-batas negeri itu digambarkan secara rinci dan disahkan dalam apa yang kemudian dikenal dengan "Perjanjian Palestina" (Palestinian Covenant) (Bilangan 30 : 1 - 10).

Batas-batas yang sama juga disebutkan dalam kitab nabi Obaja pasal 19 - 21, dan kitab nabi Yehezkiel pasal 47. Secara umum, Israel dijanjikan wilayah dari Mediterania di sebelah barat sampai ke Yordania di sebelah timur; dan dari "Sungai Mesir" di sebelah selatan (tidak sama dengan "sungai Nil" dalam bahasa Ibrani, jadi mungkin sekali yang dimaksud adalah cabang sebelah timur dari delta Nil atau sungai musiman yang mengalir ke arah Mesir yang biasa dinamakan Wadi el-Arish, sampai ke sungai Efrat di sebelah utara.

Perjanjian Daud (II Samuel 7 : 14-17; I Tawarikh 17 : 4-15) menjanjikan bahwa seorang keturunan Daud akan duduk di atas takhta untuk selama-lamanya. Perjanjian yang baru (Yeremia 31) memang menekankan pada berkat rohani untuk zaman Mesias, tetapi secara mengagumkan juga menyimpulkan adanya penggenapan berkat secara fisik pada akhirnya: Selama matahari terbit di pagi hari, bintang-bintang bersinar pada waktu malam, dan bumi berputar pada porosnya. Allah masih akan menggenapi janji-janji-Nya kepada Abraham.

Bahkan kemunduran-kemunduran kehidupan rohani bangsa Israel tidak mempengaruhi janji-janji Allah yang tanpa syarat itu. Dalam kitab Kejadian pasal 15, Tuhan mengantisipasi dan memberitahukan Abraham tentang kegagalan pertama yang akan berakibat perbudakan bangsa Israel di Mesir selama empat ratus tahun.

Dalam kitab Ulangan pasal 28-30, sambil menyatakan kembali tentang janji Allah kepada Abraham, Musa mengantisipasi sebuah rencana pembuangan yang lain, yang terjadi di bawah penjajahan Asyur (sebelah utara Israel), tahun 720 SM , dan dibawah penjajahan bangsa Babel (sebelah selatan Israel, tahun 586 SM). Yeremia diberitahu bahwa pembuangan itu hanya akan berlangsung selama 70 tahun (Yeremia 25:11, II Tawarikh 36:21).

Daniel mencatat, sambil menghitung tahun-tahun pembuangan dirinya sendiri yang terjadi tahun 605 SM, dan pada tahun 539 SM menanyakan pada Tuhan kapankah pemulihan dan pengembalian bangsa itu terjadi (Daniel 9). Kepada Daniel, yang dikenal sebagai satu-satunya tokoh dalam Al-Kitab yang disebut "sangat dipercaya" oleh Allah, dijanjikan masa depan di sebuah negeri bagi bangsanya, bangsa Yahudi.

Maleakhi, nabi terakhir yang menulis bagian dari Al-Kitab sebelum Kristus lahir, meramalkan bahwa utusan yang datang (pembawa berita) sebelum sang Mesias adalah Elia dan Musa (nabi yang menyampaikan Hukum Taurat).

Yohanes Pembabtis adalah sebuah penggenapan dari nubuatan para nabi selumnya, dan ia saja sudah cukup memperingatkan generasinya agar menerima Yesus dari Nazareth itu sebagaiSang Mesias yang dijanjikan. Munculnya Elia dan Musa secara sesungguhnya di atas bukit ketika Yesus dipermuliakan menguatkan ramalan Maleakhi, serta menunjuk pada penggenapan terakhir dalam bentuk kedua saksi dalam kitab Wahyu pasal 11, yang mewakili Mesias di ibukota-Nya, Yerusalem.

Dalam Matius 24, Kristus dengan jelas menggambarkan sebuah peristiwa militer yang akan terjadi di dalam masa pemerintahan-Nyadari takhta di Yerusalem. Kedua belas murid-Nya bahkan dijanjikan bahwa mereka akan duduk di 12 takhta dan memerintah 12 suku Israel.

Dalam II Tesalonika Paulus mengantisipasikan sebuah bait suci orang Yahudi yang akan menjadi bahan rebutan antara Antikris dan Kristus. Lebih jelas lagi, pada tahun 95 M, yaitu sesudah bait suci yang pertama menjadi reruntuhan selama 25 tahun, dan pernyataan Paulus tentang aspek baru dari program Allah, yaitu gereja, sudah beredar melalui suratnya kepada jemaat di Efesus selama 34 tahun, Yohanes masih mengantisipasi sebuah bait suci yang akan diperebutkan oleh Iblis dan Tuhan dan yang akan dimenangkan oleh Kristus.


Tuntutan Teologis Atas Negeri Perjanjian.

Jelas sekali bahwa tuntutan Israel atas wilayah tadi, paling tidak di masa depan, tergantung pada isi dari janji yang diberikan Allah kepada Abraham, Ishak, Yakub, Musa, Daud, dan Daniel. Kalau janji itu tanpa syarat, berarti tidak perlu lagi ada pertanyaan. Tetapi, kalau orang-orang yang bertahan pada perubahan teologis itu berpendapat bahwa perjanjian itu bersyarat, maka bangsa Yahudi hanya akan bisa menikmati negeri mereka sebagai anggota-anggota gereja pada masa pemerintahan Kristus selama seribu tahun.

Ketika Allah mengesahkan perjanjian itu dengan Abraham dalam Kejadian 15, Allah sendirilah yang melaksanakan perjanjian itu dengan integritas-Nya sampai kepada akhir penggenapannya. Argumentasi tingkat kedua adalah pengulangan elemen-elemen utama dari perjanjian tersebut sepanjang Al-Kitab Perjanjian Lama, meskipun bangsa Israel terus menerus gagal melaksanakan yang menjadi bagiannya. Lalu yang merupakan argumentasi yang kuat, adalah pengajaran Paulus dalam Roma 9 - 11, dimana ia menyimpulkan bahwa gereja tidak akan menggantikan Israel dalam rencana Allah,"sebab Allah tidak menyesali kasih karunia dan panggilan-Nya." (Roma 11 : 29).

Galatia 6 : 16 mengatakan:"Dan semua orang, yang memberi dirinya dipimpin oleh patokan ini, turunlah kiranya damai sejahtera dan rahmat atas mereka dan atas Israel milik Allah." Kata "dan" dituliskan tiga kali dalam ayat tersebut.




Ada yang berargumentasi dan beranggapan bahwa kata "dan" yang ketiga harusnya diterjemahkan sebagai "bahkan" (even) sehingga dengan demikian menyatakan bahwa semua orang-orang kudus di gereja adalah "Israel yang sesungguhnya". Pandangan seperti itu mengabaikan contoh yang kontekstual, ditambah lagi dengan adanya kaidah tata bahasa dari pemakaian kata "dan" dalam bahasa Yunani.

Paulus tidak sedang mengabaikan kategori-kategori tersebut, dan ia juga tidak mengatakan bahwa gereja itulah Israel. Ibrani 12:23 juga mengakui perbedaan antara orang-orang kudus di gereja dengan orang-orang kudus zaman Al-Kitab Perjanjian Lama:"Dan kepada jemaat anak-anak sulung, yang namanya terdaftar di Sorga, dan orang-orang benar yang telah menjadi sempurna."

Kitab Wahyu pasal 22 mengakhiri Al-Kitab Perjanjian Baru dengan catatan yang sama, dengan mengajarkan bahwa di negeri yang kekal, perbedaan antara Israel dari Al-Kitab Perjanjian Lama (nama ke 12 suku yang tercantum pada gerbang-gerbang kita) dan gereja dari Al-Kitab Perjanjian Baru (nama ke 12 rasul terukir pada fondasi kota itu) akan selamanya diingat.

Berpegang pada keyakinan tentang janji kepada Israel yang tanpa syarat tidak bertentangan dengan peringatan-peringatan yang diberikan dalam kitab Ulangan pasal 28-30. Dalam pasal-pasal tersebut Musa memperingatkan generasi baru Israel yang siap memasuki Negeri Perjanjian, bahwa mereka akan dibuang keluar oleh Allah kalau mereka tidak mentaati-Nya. Ada sebuah timbal balik yang konsisten antara janji itu serta peringatan tersebut.

Semua individu maupun generasi Israel yang berharap memperoleh janji itu harus taat. Sifat menyatu dari penggenapan akan janji tanpa syarat dijelaskan dengan baik sekali dalam Zakharia 6:15, yang ditulis setelah penjajahan dan pembuangan bangsa Israel oleh bangsa Babel kira-kira lima ratus tahun sebelum kelahiran Kristus:"Orang-orang dari jauh akan datang untuk membangun bait Tuhan; maka kamu akan mengetahui bahwa Tuhan semesta alam yang meng-utus aku kepadamu. Dan hal ini akan terjadi apabila kamu dengan baik-baik mendengarkan suara Tuhan Allahmu."

Mungkin ada yang berpendapat bahwa Tuhan tidak adil kepada mereka yang setia benar-benar Ia menjanjikan bagi mereka sebuah kerajaan yang bersifat fisik, tetapi karena ketidak-taatan tetangganya, janji itu tidak digenapi dalam masa kehidupannya. Harus dimengerti dengan jelas bahwa Allah bisa meralat "ketidak-adilan" seperti itu dalam kehidupan sesudah mati. Yang tidak mungkin disangkal, meskipun agak kabur, adalah bahwa dalam kaitannya dengan penggenapan terhadap janji itu, Tuhan menganggap "Bangsa yang Terpilih" sebagai suatu kesatuan. Ini bisa disebut "solidaritas kelompok".

Memang tidak terbukti bahwa seorang Yahudi yang saleh dan hidup di tahun 783 SM, misalnya bisa menikmati keunggulan mengalami datangnya Sang Mesias. Yang penting adalah, sebuah generasi saleh dan takut akan Tuhan suatu hari nanti akan menikmati pengalaman itu. 




Perhatikan Zakharia 14:5, yang ditulis kira-kira 500 tahun sebelum Kristus lahir:"Maka tertutuplah lembah gunung-gunung-Ku, sebab lembah gunung itu akan menyentuh sisinya; dan kamu akan melarikan diri seperti kamu pernah melarikan diri oleh karena gempa bumi pada zaman Uzia, raja Yehuda. Lalu Tuhan, Allahku, akan datang, dan semua orang-orang kudus bersama Dia." Tidak seorangpun yang mendengar ketika Zakharia menyampaikan nubuatan itu sudah hidup lebih dari dua ratus tahun sebelumnya, yaitu ketika gempa bumi itu terjadi pada zaman pemerintahan raja Uzia. Tetapi Allah berbicara kepada mereka dan memperlakukan mereka seperti orang (generasi) yang sama.

Keturunan Abraham dipilih oleh Allah demi rencana-Nya, kira-kira empat ribu tahun yang lalu. Ogden Nash mungkin akan membuat teka-teki,"Betapa anehnya mengapa Allah memilih bangsa Yahudi?" Tetapi fakta historis tetap nyata - mereka adalah bangsa yang terpilih. Mereka dipilih untuk menjadi utusan, atau imam-imam, dari Allah bagi bangsa-bangsa bukan Yahudi (Keluaran 19:6, Ulangan 32:8, Yehezkiel 8:23). Mereka dipilih untuk menjadi garis keturunan bagi Sang Mesias. Mereka dipilih untuk membawa wahyu-Nya kepada umat manusia. 

Dengan semua keunggulan yang diberikan oleh Allah, tidak ada satupun generasi Israel yang sungguh-sungguh berusaha dengan benar menghormati Allahnya. Karena itulah negeri yang dijanjikan kepada Abraham belum digenapi. Tetapi akan datang sebuah generasi, yang akan digerakkan oleh kasih karunia Allah, menjadi generasi yang seratus persen taat.

Selama masa kesengsaraan dan penganiayaan yang 7 tahun, Tuhan akan memastikan bahwa setiap turunan Abraham akan bertobat dan percaya kepada Yesus Kristus (Zakharia 12:10) atau akan terbunuh dalam kengerian masa penganiayaan itu (Zakharia 13:8). Generasi yang satu itu, yaitu generasi yang terakhir, itulah yang akan menjadi generasi yang layak - dan merekalah yang akan menerimanya.


Tuntutan Berdasar Hukum Atas Negeri Itu Zaman Sekarang

Pertentangan dan penolakan yang bertubi-tubi menggoncang keberadaan negeri Israel modern zaman ini. Badai pertentangan dan kontroversi itu tidak menunjukkan tanda-tanda akan mereda. Ratusan buku dan artikel, baik yang ditulis oleh penulis-penulis Yahudi maupun pengarang-pengarang Kristen, telah mendokumentasikan kembalinya orang-orang Yahudi secara mengherankan ke tanah air mereka dalam seratus tahun ini, serta kebangkitan kembali bangsa itu. Dan yang juga mengagumkan, bangkitnya kembali bahasa Ibrani menjadi bahasa sehari-hari mereka. Buku-buku  itu semuanya mendokumentasikan langkah ke arah berdirinya negara Israel.



Perlu dicatat bahwa di Israel dan di negara-negara yang berbatasan dengan negeri itu, mereka yang menentang kehadiran bangsa Yahudi terutama adalah bangsa-bangsa Arab, dan mereka yang beragama Islam dan Kristen.

Orang-orang Kristen Evangelis merupakan pendukung-pendukung Israel. Ini berbeda jauh dengan orang-orang Kristen liberal yang lebih berpihak kepada Arab. Orang-orang Kristen Liberal menuduh Kristen Evangelis sebagai bersikap mementingkan diri sendiri, dengan menyatakan bahwa dukungan mereka terhadap Israel adalah upaya untuk mempercepat kedatangan kembali Tuhan Yesus seperti yang mereka pahami dari berbagai nubuatan. Tetapi sebagian orang Yahudi juga bersikap skeptis terhadap dukungan kaum Evangelis karena mereka menganggap sikap "philo-Semitism" (cinta pada bangsa Semite/Yahudi) menyelubungi motivasi mereka mengkristenkan (proselytizing) bangsa Yahudi.

Orang-orang Israel yang lain tidak peduli tentang masalah-masalah agama, tetapi mempertimbangkan implikasi dari dukungan "cuaca baik". Seperti yang dikatakan oleh seorang prajurit Israel kepadaku,"Bangsa Israel sama sekali tidak membutuhkan sekelompok orang Kristen Evangelis yang rela berjuang sampai titik darah Israel yang penghabisan".



Masalah yang serupa adalah kegagalan dari beberapa Evangelis yang karena begitu bergairahnya mendukung Israel, lupa memperhatikan perilaku yang tidak ethis dan imoral pada saat itu terjadi. Kita harus selalu mengingat bahwa meskipun, secara umum, kita mempunyai mandat Al-Kitabiah untuk mendukung bangsa Israel, para pemimpin Israel bukanlah pengikut Yesus dari Nazareth, dan bahwa toleransi apapun terhadap kegiatan Evangelis di Israel adalah toleransi demi kenyamanan, bukan karena pertobatan. Mungkin masalah yang paling mengganggu, dan masalah hukum yang paling terkait, adalah penerapan yang salah dari janji Abraham sebagai tuntutan hukum yang sah atas negeri atau wilayah Israel.

Perjanjian Abraham memang sah secara historis, dan faktanya, suatu kali kelak akan diterapkan secara ilahi. Dalam kitab Ulangan 28-30 menyatakan bahwa bangsa Yahudi hanya "layak" menerima negeri mereka kalau hubungan mereka dengan Allah sudah dipulihkan. Tidak ada kontradiksi dalam fakta itu, karena segmen masyarakat Yahudi yang tidak beragama dan yang cenderung sosialistiklah yang merintis berdirinya negara Israel modern.

Dalam pengertian sekuler dan legal, bangsa Israel sudah memperoleh dukungan masyarakat internasional untuk memiliki paling tidak sebagian dari wilayahnya zaman dahulu. Memang bisa dikatakan bahwa keputusan itu cacat, tetapi itu sudah merupakan keputusan hukum dari badan-badan dunia sejak British Mandate tahun 1922 (yang mencakup hak kebangsaan Yahudi dan disetujui oleh liga bangsa-bangsa) sampai dicapainya kesepakatan tanggal 29 November 1947, yang memisahkan tanah Palestina oleh PBB.



Meskipun banyak yang menyerukan supaya Israel mengembalikan wilayah yang diambil alih dalam perang tahun 1967 dan 1973, PBB bahkan perjanjian baru dengan PLO menyerukan agar semua pihak mengakui hak eksistensi Israel sebagai suatu bangsa. Meskipun demikian, dalam pengertian hukum Al-Kitabiah, negara Israel yang berdiri sekarang tidak memperoleh mandat ilahi dari Perjanjian dengan Abraham. Kita tetap boleh mempertanyakan bahwa mungkin itu merupakan sebagian dari rencana Allah menjelang akhir zaman untuk membawa bangsa Yahudi kembali ke tanah air mereka meskipun mereka tidak percaya atau tanpa iman.

Sama dengan Yehezkiel yang melihat lembah yang penuh dengan tulang-tulang kering yang kemudian terbentuk menjadi tubuh-tubuh yang mati, dan barulah setelah Allah menghembuskan nafas kehidupan kepada mereka, tubuh-tubuh itu bangkit dan berdiri di atas kaki mereka (Yehezkiel 37). Israel zaman ini dapat dianalogikan dengan Esther dan Mordekhai di depan pengadilan Persia. Hanya ada sedikit bukti tentang kehidupan rohani, tetapi ada bukti nyata bahwa tangan Tuhan bekerja dalam dirinya !

Pertimbangan-Pertimbangan Praktis

Nasib para pengungsi Palestina sudah secara terus menerus disorot oleh kamera sejak Perang Kemerdekaan Israel tahun 1948. Mereka tidak peduli bahwa lebih banyak orang Yahudi yang sudah dirugikan dan dirampas rumah dan tanahnya di negara-negara Arab di abad ini dibandingkan waktu-waktu sebelumnya. Mereka juga mengabaikan fakta bahwa Israel dengan cepat telah menyerap 600.000 orang Yahudi yang terbuang di tahun-tahun sejak tahun 1948, sementara bangsa-bangsa Arab yang sangat kaya dengan minyak sudah menampung pengungsi-pengungsi Palestina dalam kamp-kamp penampungan yang kumuh sampai dengan hari ini.




Memang sangat pedih kalau kita menyaksikan kesengsaraan orang-orang Arab Palestina itu. Meskipun begitu simpati tidak boleh menghapuskan realita. Realita yang sebenarnya menyatakan bahwa :
A. Israel adalah satu-satunya negara demokrasi yang berada di tengah pemerintah yang cenderung sosialitis dan sekaligus lalim.

B. Kebebasan berpendapat yang mengizinkan wartawan-wartawan dan mengkritik Israel dilarang di sebagian besar negara-negara di wilayah itu, termasuk PLO sendiri.

C. Israel jauh lebih sering mengikuti pengambilan suara melalui voting di PBB dibandingkan negara Arab yang diambil alih sebagai akibat dari peperangan harus dikembalikan, maka Amerika Serikat (USA) juga akan kehilangan seluruh eksistensinya.

Sebuah Pilihan : Yerusalem dan Antiokia atau Alexandria dan Roma ?

Karya apologetik dari C.S.Lewis mempopulerkan pernyataan yang mengundang rasa kasihan ini,"Orang Gila, Pembohong, atau Tuhan atas semua orang" (Lunatic, Liar, or Lord of all) sebagai tiga pilihan yang dimiliki manusia kalau dikonfrontasikan dengan pertanyaan tentang identitas Yesus. Perasaan yang serupa juga bisa menjadi jawaban atas pertanyaan tuntutan hak Israel atas tanah Palestina. Pilihan Tuhan atas Israel mungkin saja bagaikan cerita dongeng, sebuah cerita yang dibuat-buat, atau merupakan penentu akhir atas nasib dunia ini.

Alexandria (dimana interpretasi alegoris dari Al-Kitab dikembangkan untuk pertama kalinya), dan Roma (dimana kekuasaan gereja yang temporal diperjuangkan), tidak boleh menggantikan pilihan Allah atas Yerusalem (pusat dunia secara fisik maupun secara rohani) dan Antiokhia (jemaat Paulus yang pertama dan perintis interpretasi harafiah atas ajaran-ajaran Al-Kitab.



Tuntutan dan Hak Israel atas Palestina

1.Walter Kaiser, Toward an Old Testament (Grand Rapids,MI: Zondervan, 1978,p.82)

2. David Larsen, Jews, Gentiles & the Church (Grand Rapids, MI: Discovery House Publishers, 1995)

3. Louis Goldberg, Turbulance over the Middle East (Neptune, NJ: Loizeaux Brothers, 1982.p.55)

4. Elwood McQuaid, It Is No Dream (Bellmawr, NJ: The Friends of Israel Gospel Ministry, Inc.1993),p.93

5. Martin Gilbert, The Arab - Israeli Conflict : Its History in Maps (London: Weidenfeld and Nicolson, 1976),pp.56, 57, 109.

6. George Will,"Israel has a right to its military." The Glens falls Post-Star, May 7, 1998,p.A4



Tidak ada komentar:

Posting Komentar