TEKOA MINISTRY

Kamis, 13 Januari 2022

Kepemimpinan Administrasi Gereja Dalam Meningkatkan Pelayanan Gerejawi

 

Nama           : Pdt. Daniel Albert Tobing S.Th, M.AP

                       Pdt. Soneta Sangsurya Siahaan, SE, M.Th

 

Kepemimpinan administrasi Gereja dalam meningkatkan pelayanan gerejawi.




 

1.       Pendahuluan. Kepemimpinan (leadership) merupakan inti daripada manajemen karena kepemimpinan merupakan motor penggerak bagi sumber-sumber dan alat-alat manusia dan alat-alat lainnya dalam suatu organisasi. Demikian pentingnya peranan kepemimpinan dalam usaha mencapai tujuan suatu organisasi sehingga dapat dikatakan bahwa sukses atau kegagalan yang dialami oleh organisasi sebagian besar ditentukan oleh kualitas kepemimpinan yang dimiliki oleh orang-orang yang diserahi tugas memimpin dalam organisasi itu.

Karena pada hakikatnya seorang administrator atau manajer adalah juga seorang pemimpin karena yang dimaksud dengan seorang “pemimpin” adalah setiap orang yang mempunyai “bawahan”. Sukses atau tidaknya suatu organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan tergantung pada cara-cara memimpin yang dipraktikkan oleh orang-orang “atasan” itu. Sebaliknya, sukses tidaknya seorang pemimpin melaksanakan tugas kepemimpinannya, terutama tidak ditentukan oleh tingkat keterampilan tekhnis (technical skills) yang dimilikinya, akan tetapi lebih banyak ditentukan oleh keahliannya menggerakkan orang lain untuk bekerja dengan baik (managerial skills). Berhasil tidaknya seorang pemimpin memang akan dilihat dari hasil kerjanya. Hasil itu tentu saja dipengaruhi oleh proses sejak awal menjadi pemimpin, proses manajemen kepemimpinan, dan evaluasinya, baik evaluasi proses maupun hasil kerjanya. Sehingga dapat diartikan bahwa seorang pemimpin yang baik adalah seseorang yang tidak melaksanakan sendiri tindakan-tindakan yang bersifat operasional, tetapi mengambil keputusan, menentukan kebijaksanaan, dan menggerakkan orang lain untuk melaksanakan keputusan yang telah diambil sesuai dengan kebijakan yang telah digariskan.

 

2.       Administrasi Gereja.  Administrasi merupakan penggabungan dua kata dari bahasa Latin yaitu Ad dan Ministrare yang berarti melayani, mengurus, dan bertanggung jawab atas sesuatu urusan kekayaan atau harta milik berikut personilnya kepada milik dari suatu urusan tersebut. Administrasi dalam bahasa Belanda yaitu administratie yang berarti penyusunan keterangan-keterangan secara sistematis dan pencatatannya secara tertulis dengan tujuan memperoleh sesuatu intisari mengenai keterangan-keterangan itu dan hubungannya antara yang satu dengan yang lain. Mengenai Terminologi Administrasi dapat disimpulkan bahwa administrasi adalah usaha proses kerjasama antar sesama manusia dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan yang telah disepakati sebelumnya, baik di lingkungan pemerintahan, kantor, dan organisasi lainnya. Administrasi Menurut Sondang P Siagian (2008:2) Administrasi didefinisikan sebagai keseluruhan proses kerja sama antara dua orang manusia atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Menurut Mulyono (2008:42) Administrasi adalah suatu kegiatan atau usaha untuk membantu, melayani, mengarahkan dan mengatur semua kegiatan organisasi di dalam mencapai tujuan secara tertib, efisien dan efektif. Tujuan utama dalam organisasi dan administrasi dalam gereja adalah agar persekutuan gereja dalam tri tugas hakikinya yakni beresekutu, bersaksi dan melayani menjadi teratur, tertib, hidup saling mengasihi dan melayani dan akhirnya menjadi berkat bagi dunia.

 

a.  Fungsi dan Prinsip administrasi gereja. Administrasi gereja akan berhasil mencapai tujuan organisasi apabila seluruh fungsi administrasi dapat diberdayakan dan dilaksanakan secara optimal. Fungsi-fungsi administrasi pada umumnya dapat dibedakan sebagai: 1) Perencanaan (planning), 2) Penyusunan staf (stafing), 3) pengorganisasian (organizing) 4) pengawasan (controling), 5) pengarahan (directing) 6) penganggaran (budgeting) dan 7)  pengevaluasian (evaluating). Sedangkan Prinsip atau hal-hal yang harus menjiwai administrasi gereja ialah: 1) Asas norma (Alkitab harus menerangi administrasi gereja) 2) Asas ketepatan dan kesesuaian 3) Asas fleksibilitas 4) Asas dialektik (perpaduan) pengetahuan, ketrampilan, dan seni. Penyelenggaraan Administrasi gereja dilakukan oleh semua anggota gereja dan diorganisir oleh pemimpin gereja. Karena itu selain memiliki kompetensi (kemampuan) rohani, pemimpin gereja perlu memiliki kompetensi (kemampuan) Administrasi.

 

b. Pengertian Gereja sebagai Organisasi.         Gereja dalam arti institusi tidak terlepas dari sebuah organisasi. Karena di dalam gereja diperlukan suatu tatanan, pengaturan, penyusunan maupun tentang pengelolaan dalam segala sesuatu proses yang dilakukan oleh gereja tersebut demi tercapainya pengorganisasian yang baik sehingga gereja dapat mencapai tujuannya, sebagai mandataris Allah didunia. Secara formal, Ronald W. Leigh (1988) mendefinisikan gereja sebagai kumpulan orang-orang yang diselamatkan, orang-orang yang disebarkan untuk menginjili yang tersesat, orang-orang yang dikumpulkan untuk saling membangun, dan orang-orang yang dikelompokkan kembali dalam berbagai lembaga untuk melaksanakan pelayanan-pelayanan khusus. Dalam Perjanjian Baru, gereja dalam bahasa Yunani yaitu “ekklesia” yang memiliki kata dasar “kaleo” yang berarti mereka dipanggil keluar. Pengertian Gereja juga berasal dari kata “igreya” yang berarti menjadi milik Tuhan, jadi yang dimaksud dengan gereja adalah persekutuan orang percaya yang telah menjadi milik Tuhan. Tujuan gereja atau fungsi dan misi gereja ada tiga yaitu:

1) Penginjilan adalah memberitakan Injil, supaya semua orang mendengar, percaya, dan menerima Injil.

2) Pembinaan adalah membina orang yang sudah percaya (Kristen) bertumbuh kerohaniannya, menjadi dewasa imannya, karakter dan sifat-sifatnya menjadi seperti Kristus.

3) Pelayanan sosial (diakonia) adalah pelayanan  orang miskin yang belum atau sudah percaya perlu dibantu agar dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya yang pokok

 

3.       Kepemimpinan.  Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Sangat jelas dinyatakan bahwa seseorang disebut pemimpin kalau dia dapat mempengaruhi atau memberi contoh kepada pengikutnya agar dapat mencapai suatu tujuan, terlepas dari apakah tujuannya baik atau tidak baik (Muliana, 2013). Dapat dikatakan bahwa kepemimpinan adalah seni memimpin yang memerlukan proses yang berisi pengaruh dan mempengaruhi guna mencapai tujuan organisasi. Proses itu tentu saja berjalan melalui berbagai cara yang tidak terlepas dari administrasi dan manajemen berorganisasi. Kepemimpinan (Leadership) adalah proses pengaruh-mempengaruhi antar pribadi atau antar orang dalam suatu situasi tertentu, melalui aktivitas komunikasi yang terarah untuk mencapai suatu tujuan atau tujuan-tujuan terntentu. Dalam kepemimpinan selalu terdapat unsur pemimpin (influencer), yakni yang mempengaruhi tingkah laku pengikutnya (influencee) atau para pengikutnya dalam suatu situasi (Djadi, 2009). Pemimpin yang efektif adalah orang yang menciptakan visi inspiratif masa depan. Pemimpin itu mampu memotivasi dan mengilhami orang untuk terlibat dalam visi itu, mengatur penyampaian visi, menjadi pelatih dan membangun tim sehingga lebih efektif dalam mencapai visi. Kepemimpinan menyatukan keterampilan yang dibutuhkan untuk melakukan hal-hal ini. Seorang pemimpin melangkah di saat krisis, dan mampu berpikir dan bertindak kreatif dalam situasi sulit. Tidak seperti manajemen, kepemimpinan tidak bisa diajarkan, meski bisa dipelajari dan ditingkatkan melalui pembinaan atau pendampingan.

 

4.       Human Relations Manajemen merupakan inti administarsi dan kepemimpinan yang juga merupakan inti dari manajemen, akan tetapi human relations merupakan aspek yang sangat penting dari kepemimpinan terutama apabila ditinjau dari segi kemampuan mempengaruhi perilaku para bawahan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Dengan perkataan lain, dibidang administrasi sekarang ini telah disadari dan diakui bahwa di dalam setiap kegiatan administrasi unsur manusia serta hubungan-hubungan antar manusia itu merupakan faktor yang menentukan sukses tidaknya proses administrasi itu dijalankan. Hal ini berarti bahwa manusia didalam suatu organisasi tidak boleh diperlakukan sama dengan unsur-unsur administrasi lainnya seperti modal, mesin, alat-alat perlengkapan dan sebagainya. Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa human relations adalah keseluruhan rangkaian hubungan, baik yang bersifat formal maupun informal, antara atasan dan bawahan, atasan dengan atasan serta bawahan dengan bawahan yang lain yang harus dibina dan dipelihara sedemikian rupa sehingga tercipta suatu team work dan suasana kerja yang serasi dan harmonis dalam rangka pencapaian tujuan.

 

5.       Pengambilan keputusan Konsekuensi dari tugas pokok memimpin itu ialah bahwa sebagian besar waktu dari setiap pemimpin harus dipergunakannya untuk mengambil keputusan. Dengan kata lain keberhasilan atau kesuksesan dalam memimpin akan sangat bergantung bukan pada keterampilannya melakukan kegiatan-kegiatan operasional, akan tetapi akan dinilai terutama dari kemampuannya dalam mengambil keputusan. Dengan demikian maka salah satu persyaratan kepemimpinan yang perlu dipenuhi oleh setiap orang yang menduduki jabatan pimpinan ialah keberanian untuk mengambil keputusan yang cepat, tepat, praktis dan rasional serta memikul tanggung jawab atas akibat dan risiko yang timbul sebagai konsekuensi daripada keputusan yang diambilnya. Keberanian tersebut dapat timbul jika :

a. Pemimpin mempunyai kemampuan analisis yang tinggi

b. Pemimpin mengetahui pengaruh dari faktor lingkungan tempat organisasi yang dipimpinnya bergerak

c. Secara teknis mengetahui apa yang hendak dicapai oleh organisasi yang dipimpinnya

d. Pemimpin yang bersangkutan memiliki pengetahuan yang mendalam tentang dirinya sendiri, kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahannya, termasuk di dalamnya kemampuan dan kemauan belajar terus-menerus

e. Pemimpin mendalami tentang perilaku bawahannya, karena dalam rangka kepemimpinan perilaku bawahan itu sangat besar pengaruhnya dalam berhasil tidaknya organisasi mencapai tujuan yang telah ditentukan.

 

Menurut Ibnu Syamsi (2000:7) Pengambilan keputusan dapat bersifat tunggal yaitu sekali diputuskan tidak akan ada kaitannya dengan masalah lainnya dan bersifat ganda (multiple objective) yaitu satu keputusan yang diambilnya itu sekaligus memecahkan dua masalah (atau lebih) yang sifatnya kontradiktif ataupun yang tidak kontradiktif. Pada hakekatnya pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap suatu masalah yang dihadapi. Kepemimpinan dapat berjalan lancar dan dapat mencapai tujuan organisasi apabila ada pengambilan keputusan-keputusan yang tepat. Pengambilan keputusan-keputusan yang tepat sangat ditentukan oleh kualitas moral dan karakter dari si pengambil keputusan. Karena itu dapat disimpulkan bahwa inti dari administrasi adalah manajemen, inti dari manajemen adalah kepemimpinan, inti kepemimpinan adalah pengambilan keputusan, dan inti pengambilan keputusan adalah moral dan karakter. Moral, karakter, spiritual dan iman seorang pemimpin sangat menentukan kualitas keputusan yang diambilnya. Kualitas keputusan itulah yang akan menentukan apakah seorang pemimpin itu dikategorikan baik, biasa saja, atau dikategorikan buruk. namun perlu  juga diperhatikan bahwa kualitas keputusan yang baik hendaknya diikuti dengan implementasi yang baik. Pemimpin yang baik akan mengawal pelaksanaan keputusannya sampai kepada tercapainya tujuan yang telah ditetapkan (Jason, 2009). Seorang pemimpin yang baik pasti menjalankan fungsi-fungsi manajemen dengan cermat. Fungi-fungsi manajemen yang harus dijalankan itu, menurut konsep George R. Terry, adalah perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan, dan pengawasan. Menurur konsep Urwich, fungsi-fungsi dari manajemen itu meliputi: perencanaan, pengorganisasian, penetapan staf pelaksana, pangarahan dan pangawasan, pengkoordinasian, pelaporan, serta penyusunan dan penetapan anggaran. Kepemimpinan sebagai inti dari manajemen tidak dapat dipisahkan, bagaikan dua sisi dari satu mata uang. Kepemimpinan sebagai subyek dan manajemen sebagai sarana, sedangkan organisasi sebagai wadah kegiatan administrasi (Jason, 2009). Prinsip dan fungsi kepemimpinan yang dikemukakan di atas berlaku secara universal pada semua organisasi, termasuk di dalamnya organisasi keagamaan seperti organisasi gereja.

 

Kepemimpinan Gereja adalah model Kepemimpinan Gembala.

6.       Ada banyak model kepemimpinan dalam Alkitab, antara lain sekolah para nabi, kepemimpinan hamba, hubungan guru-pelajar, pemuridan, coaching, mentoring, dan yang paling ngetop menurut beberapa ahli yaitu kepemimpinan model gembala yang didasarkan pada Mazmur 23: Tuhan, gembalaku yang baik. Mazmur ini dimulai dengan pernyataan meyakinkan : “Tuhan adalah gemabala ku yang baik, takkan kekurangan aku.” Mazmur ini menjadi salah satu nyanyian yang paling dikenal dan dihargai dalam literatur Perjanjian Lama yang pernah ditulis. Mazmur ini merupakan hasil refleksi Daud terhadap tugas Tuhan sebagai gembala-pemimpin bagi rakyatnya. Mazmur ini merupakan semacam daftar pelajaran tentang tugas kepemimpinan dan refleksi kritis tentang tugas kepemimpinan dari membimbing domba. Tuhan adalah gembalaku adalah gambaran kepedulian, keberanian, dan bimbingan (Resane, 2014).

Perjanjian Baru memiliki 16 referensi terkait gembala. Baiklah dikemukakan bererapa yang dapat menjadi referensi penting bagi kepemimpinan gereja. Para gembala berada di antara yang pertama untuk menerima pesan kelahiran Yesus dan mengunjungiNya (Luk 2: 8-20). Gembala dan domba digunakan untuk menggambarkan hubungan Kristus dengan pengikutNya yang menyebutnya sebagai Tuhan Yesus, dan bahwa gembala lebih besar dari domba (Ibr 13:20). Yesus mengemukakan pelajaran dalam perumpamaan penting bahwa diriNya sebagai gembala yang baik, yang tahu dombaNya, dan akan memberikan nyawaNya bagi mereka (Yoh 10: 7-18). Setelah kebangkitanNya, Yesus menugaskan Petrus untuk menggembalakan atau memberi makan domba-dombaNya (Yoh 21: 15-17). Dalam pidato perpisahannya kepada para penatua di Efesus, Paulus menggambarkan gereja dan para pemimpinnya sebagai kawanan dengan gembala (KPR 20:28) (Resane, 2014). Gereja tentu tidak begitu saja digambarkan sebagai kawanan (domba) dan kepemimpinan (pemimpin) entah itu penatua, syamas, pastor (pendeta) digambarkan sebagai gembala. Tentu saja ada latar belakang kenyataan-kenyataan riil dan pola pikir yang dibangun berdasarkan pengalaman umat bergereja. Pada zaman Yesus tentu saja penggembalaan kawanan domba masih merupakan sesuatu yang penting, sehingga dipakai sebagai contoh. Dalam konteks ini Yesus adalah “Gembala yang baik” dan sering digunakan kualitas seorang gembala yang baik untuk mengajarkan berbagai pelajaran penting bagi domba-dombanya. Apa saja pelajaran yang dapat dipetik dari gembala? mari kita pelajari peran dan fungsi gembala dalam Alkitab. Referensi Alkitab yang pertama untuk proses menggembalakan dapat dilihat pada Habel, putra Adam (Kej 4: 2). Penggembala adalah pekerjaan utama orang Israel di awal zaman patriarkal. Beberapa contoh dapat disebut, antara lain Abraham (Kej 12: 16); Rachel (Kej 29: 9); Yakub (Kej 30: 31-40) dan Musa (Kel 3: 1). Fungsi gembala secara luas adalah memimpin domba ke padang rumput dan air (kebutuhan makan minum) (Maz 23: 1). Melindungi dari hewan liar (keamanan) (1 Sam 17: 34-35). Menjaga kawanan di malam hari, apakah di tempat terbuka (Luk 2: 8) atau di padang rumput (Zef 2: 6) di mana mereka menghitung domba-domba ketika kembali memasuki areal perkemahan (Yer 33: 13). Para gembala mengurus dombanya dengan teliti bahkan membawa anak domba yang lemah di lengan mereka (Yes 40: 11) (Resane, 2014). Di sisi lain, domba mewakili kekayaan karena mereka menyediakan makanan (susu); pakaian (wol dan kulit); dan tempat tinggal (kulit untuk tenda). Selanjutnya, domba memainkan peran utama dalam sistem korban Lewi. Mereka ditawarkan sebagai korban bakaran (Im 1: 10), korban penghapus dosa (Im 4: 32), korban rasa bersalah (Im 5: 15), dan korban keselamatan (Im 22: 21) (Resane, 2014).

 

Demikianlah dalam Perjanjian Lama, kepemimpinan diibaratkan layaknya seorang gembala yang mengumpulkan anak-anak domba dalam pelukannya dan membawa mereka dekat dengan hatinya; ia lembut memimpin orang-orang muda dengan belas kasih agar terhindar dari predator yang selalu bersiap memangsa mereka. Gembala dan domba memiliki semacam keterikatan “simbiosis mutualisme” yang saling membutuhkan. Jadi tidak ada anggapan gembala lebih penting dari domba di antara keduanya. Perumpamaan dari Perjanjian Baru tentang gembala dapat dilihat pada Injil Yohanes 10, khususnya ayat 14 dan 16:

“Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku... Ada lagi pada-Ku domba-domba lain, yang bukan dari kandang ini; domba-domba itu harus Kutuntun juga dan mereka akan mendengarkan suara-Ku dan mereka akan menjadi satu kawanan dengan satu gembala.”  Tantangan bagi gembala di sini adalah bagaimana ia mengajar para domba untuk mematuhi perintahnya. Gembala yang baik akan merawat dan bertanggung jawab, bahkan memberi nama-nama yang akan direspon jika dipanggil.

 

Tugas dan tanggung jawab besar gembala di sini adalah mempedulikan, berani membela, dan membimbing domba-dombanya. Pola kepemimpinan gembala ini dikombinasikan dengan baik oleh Lukas 22: 26 yang menyatakan bahwa yang menjadi pemimpin adalah mereka yang siap menjadi orang-orang yang melayani. Kepedulian pemimpin-gembala meliputi fungsi restorasi yang memerlukan aspek mencari, menemukan, dan membawa pulang. Ini semua ditemukan dan terekspos dalam Yohanes 10. Yesus, sebagai Gembala yang baik cemas untuk memulihkan atau menemukan domba yang hilang (Yoh 10: 11). Yesus meninggalkan 99 dan mencari 1 yang hilang. Gembala tidak menyerah sampai domba yang hilang ditemukan, dan Ia tidak memarahinya malahan menggendong dan mengobatinya. Kasih yang tulus bukan hanya tentang mengobati tetapi juga mendisiplinkan (Resane, 2014). Satu hal yang sering dilupakan pada peran mendisiplinkan adalah gembala yang baik akan mematahkan salah satu kaki domba keras kepala yang melawannya, dan akan menggendong serta mengobatinya sepanjang perjalanan. Pada saatnya, sang domba tersebut akan menjadi yang paling setia dan penurut dalam proses penggembalaan itu.

 

Keberanian merupakan salah satu hal penting lainnya dari kualitas kepemimpinan yang harus dimiiki pemimpin-gembala. Hal ini berkaitan dengan peran gembala dalam menghadapi situasi bahaya yang mengancam komunitas gembalaannya. Keberanian diperlukan pemimpin gereja yang bertindak sebagai gembala untuk menghadapi tuduhan-tuduhan dan serangan kawanan predator.” Pemimpin-gembala yang berani akan berdiri paling depan dan menjadi yang pertama bertindak menghadapi ancaman dengan penuh percaya diri. Para pemimpin gereja dengan demikian menempatkan kehidupan mereka pada resiko demi keselamatan domba-domba (umat). Mereka bukan gembala-gembala upahan yang cenderung meninggalkan para domba ketika ada serangan yang akan menghancurkan kawanan. Penegasan penting seputar Kepemimpinan gereja di sini adalah menjadi pemimpin itu bukan hanya untuk “martabat” tetapi juga untuk “kegunaan”.  Inilah fungsi fundamental hodegos  (pemimpin atau pemandu) (Resane, 2014).

 

Pemimpin juga tidaklah lepas dari kritikan. Hal ini terlihat ketika Yesus menggunakan hodegos sebagai kiasan di Matius 23: 16 dan 24 di mana Ia mengkritik ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi dalam menjalankan kepemimpinan mereka. Yesus mengibaratkan kepemimpinan mereka sebagai kepemimpinan yang buta terhadap situasi kehidupan umat di sekitarnya. Yesus bahkan mengajarkan para murid untuk melakukan dan menuruti perkataan para ahli Taurat dan orang-orang Farisi tetapi melarang melakukan apa yang mereka lakukan (Mat 23: 3), karena perkataan mereka benar tetapi perbuatan yang dilakukan tidak sejalan dengan perkataan yang diucapkan dalam ajaran-ajaran mereka.

 

Kepemimpinan gereja yang di dalamnya menganut filosofi pemimpin-gembala harus memiliki keberanian untuk berpartisipasi aktif dalam perubahan lingkungan (courage to participate in changing environment). Gembala-gembala mestinya proaktif untuk berubah. Tujuan utama perubahan adalah meningkatkan skill dalam pengawasan, pembimbingan, dan pengarah dalam konteks perubahan lingkungan yang mengancam para domba. “leader in God’s mission must lead in a rapidly changing word – in social, cultural, economic, pilitical and religious environments at local, national, dan global levels’. The shepherd-leader  participates in eschatological journey with the sheep, as he is also a human being still under construction” (Franklin K, 2009).

 

Gembala dan domba (pemimpin dan umat) sepatutnya menjalani hidup bersama demi kepentingan bersama pula. Gembala yang baik, yang mengacu pada Yesus, peduli pada domba-dombanya baik individu maupun kawanan. Fungsi utama pemimpin gembala: merawat, membimbing dan berani mengambil resiko dengan cara yang efektif hendaknya dipraktekan dengan penuh tanggung jawab. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya, bukan bersembunyi di balik kawanan jika “predator” menyerang. Itulah kepemimpinan gereja, kepemimpinan yang merawat, membimbing dan berani menantang perubahan zaman.

 

Kepemimpinan yang Melayani. 

7.       Tantangan pertama datang dari dalam diri kepemimpinan gereja. Tantangannya berupa kemampuan (skill), sikap mental, dan motivasi kepemimpinan. Belakangan ini, disadari atau tidak, aroma “tuan besar” dalam pelayanan gereja cenderung menguat seiring dengan menguatnya aroma “tuan besar” dalam kepemimpinan sekular. Pemimpin di gereja seakan-akan menjadi peluang untuk berkuasa. Padahal, hakikat kepemimpinan gereja adalah pelayanan. Pemimpin gereja adalah pelayan. .... Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barang siapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu.” Mat 20: 26 dan 27). Barangsiapa yang ingin menjadi pemimpin haruslah menjadi pelayan dan barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu hendaklah ia menjadi pelayanmu. Dari kedua pernyataan ini jelas bahwa yang ingin menjadi pemimpin atau menjadi yang terbesar ia harus terlebih dahulu menjadi seorang pelayan bagi yang lainnya. Kata “harus” dalam Alkitab Bahasa Indonesia Sehari-hari dan “hendaklah” dalam Alkitab Terjemahan Baru memberi satu perintah atau merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan bagi setiap orang yang ingin menjadi pemimpin. Hal itu sangat jelas ditegaskan oleh Yesus dalam ayat ini kepada murid-murid-Nya pada waktu itu. Menjadi pelayan merupakan hal yang wajib atau harus dilakukan bagi mereka yang ingin menjadi pemimpin dan hal itu harus selalu tampak dalam setiap pribadi yang ingin menjadi pemimpin (Ferry, 2013).

 

Jika paradigma kepemimpinan gereja adalah pemimpin yang melayani dan bukan dilayani maka visi Yesus yag tertuang dalam Matius 20: 26 dan 27 di atas telah dijalankan dengan benar. Tantangan permintaan ibu Yakobus dan Yohanes dalam kaitan dengan pemimpin yang memerintah dalam Matius 20: 20-28 sepatutnya dipahami dalam konteks yang sedang terjadi akhir-akhir ini dimana suksesi kepemimpinan baik di kalangan gereja maupun sekuler sedang terjadi. Kemampuan manajemen kepemimpinan yang ditunjang dengan sikap mental (karakter) dan motivasi memimpin sangat diperlukan demi menunjang proses kepemimpinan dalam gereja.

 

 

 

Peran dan Tanggung Jawab Pemimpin Gereja.

8.       Sebagai pendeta, majelis (penatua atau diaken) ataupun pemimpin kita harus dapat meningkatkan mutu pelayanan gerejawi yang kita bina agar tercapai suatu tujuan yang kita inginkan. Pemimpin/pendeta gereja itu mempunyai tugas memimpin, maka pendeta itu merupakan kekuatan sentral yang mampu mempengaruhi dan menggerakkan orang lain untuk mencapai suatu tujuan dengan irama yang diciptakan. Ada beberapa peranan pemimpin gereja, untuk meningkatkan pelayanan gerejawi, antara lain :

 

a. Pendeta/majelis Gereja sebagai leader (pemimpin) harus mampu memberikan petunjuk dan pengawasan, meningkatkan kemampuan majelis (penatua/diaken) dan kerohanian jemaat. Ada beberapa karakater yang harus dimiliki pemimpin/pendeta gereja sebagai leader yaitu, karakter khusus yang mencakup kepribadian, keahlian dasar, pengalaman dan pengetahuan professional, serta pengetahuan administrasi dan pengawasan. Pemimpin gereja sebagai leader memiliki visi dan mempunyai peranan dalam mengelola visi menjadi sebuah kenyataan. Untuk menjadi pemimpin yang efektif menggunakan analitis yang dikembangkan dengan dan baik dan kemampuan intelektual dalam membimbing para penatua. Diaken dan staf dalam proses mengidentifikasi masalah-masalah, keterampilan analisa situasi dan manajemen untuk menyelesaikan konflik dan mampu membuat berbagai rencana kerja.

 

b. Pemimpin gereja sebagai administrator memiliki hubungan yang sangar erat dengan berbagai aktifitas pengelolaan administrasi yang bersifat pencatatan, menyusun, dan pendokumenan seluruh program gerejawi. Sebagai seorang administrator, pendeta harus memiliki kemampuan untuk memperbaiki dan mengembangkan semua fasilitas gereja baik sarana maupun prasarana pelayanan gereja. Peran Pendeta sebagai administrator dapat dilihat pada kemampuan   menyusun dan pelaksanaan program gereja, pengelolaan personia, pengelolaan saran dan prasarana, pengelolaan administrasi kearsipan, dan pengelolaan administrasi keuangan. Pemimpin gereja, dalam hal ini administrator harus juga menyadari banyaknya jumlah waktu yang akan digunakan dalam segi-segi yang lebih kelihatan duniawi. Pemimpin harus menyediakan waktunya untuk berbicara dengan orang-orang tentang masalah yang bagi mereka penting. Ia harus mempunyai waktu untuk berpikir. Pentingnya inisiatif dan gagasan merupakan dasar untuk menghasilkan administrasi yang kreatif, maka administrator harus mempunyai waktu untuk memproduksi jumlah.

 

c. Pemimpin gereja sebagai Komunikator. Dalam hal organisasi seorang pemimpin harus mampu menjadi seorang komunikator yang baik. Manajer adalah orang yang mengatur pekerjaan atau kerjasama yang baik dengan menggunakan orang untuk mencapai sasaran, orang yang berwewenang atau bertanggungjawab, membuat rencana, mengatur, memimpin dan mengendalikan pelaksanaannya untuk mencapai sasaran tertentu. Dalam memprakarsai kegiatan komunikasi, setiap bagian dalam organisasi, manajemen dan administrasi haruslah mengetahui bagian ini, yakni: siapa, mengatakan apa, melalui sarana apa, kepada siapa, dengan efek atau pengaruh apa. Unsur-unsur yang harus diketahui dalam proses komunikasi, yaitu:

a. Komunikator (encoder) b. Pesan (message) c. Komunikan (communicant) c. Efek (effect). Jadi dapat disimpulkan bahwa proses komunikasi adalah bertindak sebagai encoder yang memberikan data (code) kepada komunikan (decoder) sehingga pesan yang disampaikan dapat memberikan pengaruh (effect).

 

d-. Pemimpin gereja sebagai Organisator, dimana administrasi bergantung pada organisasi yang efektif. Salah satu tugas dari kepemimpinan itu adalah mengatur atau mengorganisasi tugas-tugas administrative, seprti mengangkat pegawai, mengawasi dan mendelegasi. Oleh karena itu, aspek-aspek dari perkerjaan ini akan lebih mudah dan membentuk administrasi akan menjadi positif.

 

e. Pemimpin gereja sebagai pembuat keputusan, yakni: karena tanggung jawab pelaksanaan akahirnya keputusan terletak pada yang memimpin itu sendiri yang mengahasilkan pelaksanaan dan harus diberikan kepada orang-orang yang memikul tanggung jawab. Tentu saja pemimpin mendelegasikan otoritasnya untuk  membuat keputusan, dan ada bagian proses pendelegasian. Pembuatan keputusan berada hampir dalam setiap bidang kepemimpinan, namun secara sadar/tidak sadar tugas itu ditakuti orang-orang yang mempunyai kedudukan bertanggung jawab dalam program pendidikan gereja.

 

f. Pemimpin gereja sebagai pemberi Motivasi.  Motivasi adalah dorongan yang timbul dari diri seseorang sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Motivasi juga dapat diartikan serangkaian hal yang menyebakan manusia merasakan kebutuhan dank arena kebutuhan itu tergerak atau digerakkan untuk melakukan sesuatu. Dalam memotivasi diperlukan adanya taktik atau strategi agar motivasi tersebut dapat dijalankan. Hal yang sagat mendasar bagi seorang pemimpin adalah bagaimna pengaruhnya dalam menjual gagasan-gagasan  untuk mendapatkan penerimaan dari kebijakan-kebijakan dan rencana-rencananya dan bagaimana pula pengaruhnya dalam memotivasi orang lain agar mendukung keputusan program gereja.

g. Pemimpn gereja sebagai pendorong Kreatifitas. Kreatifitas berarti kemampuan untuk mencipta, daya cipta, atau perihal berkreasi. Kata ini berasal dari kata kreatif artinya daya cipta atau kemampuan untuk menciptakan. Jadi manajerial kreatifitas adalah orang yang memiliki kemampuan, kecakapan, atau keahlian tertentu untuk menciptakan atau berkreasi secara efektif. Fungsi manajaerial kreatifitas diantaranya: a. Meneledani integritas dengan setiap orang yang berhubungan dengan pemimpin. b. Menghargai orang lain. c. Memperlihatkan kepercayaan kepada orang lain supaya mereka percaya kepada diri sendiri. d. Mampu mendengarkan pendapat orang lain supaya pemimpin dapat membina hubungan yang baik dengan bawahan. e. Pemimpin harus mampu memahami orang lain. f. Pemimpin harus mengenal bawahannya. g. Memperlengkapi anggota supaya anggota mampu memahami sipa diri mereka. h. Adanya sistem pengkaderan terhadap pemimpin yang akan datang.

h. Pemimpin/Pendeta Gereja sebagai Inovator. Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai innovator, maka pemimpin gereja/pendeta harus memiliki strategi yang tepat untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan, mencari gagasan baru, mengintegrasikan setiap kegiatan, memberikan teladan kepada seluruh warga jemaat, dan mengembangkan model-model pembelajaran/pelayanan yang inovatif. Pemimpin/Pendeta gereja sebagai innovator harus mampu mencari, menemukan, dan melaksanakan berbagai pembaharuan dalam pelayanan gereja.

i. Pemimpn gereja sebagai Kontroling. Dalam ilmu manajemen masalah mengontrol  merupakan hal yang lebih diutamakan, karena sejauh manapun baiknya perencanaan, pengorganisasian, pengkordinasian, tetapi tanpa adanya kontroling, atau pengawasan maka organisasi itu tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Kontrol berarti memeriksa, memerintah atau mengawasi. Mengontrol dapat diartikan sebagai pengendalian. Pengendalian merupakan suatu proses menetapkan pekerjaan yang sudak dilaksanakan, menilainya dan mengawasinya. Beberapa hal yang dilakukan dalam melakukan tindakan pengendalian atau kontroling, yaitu: 1)    Melaporkan hasil kerja atau kegiatan. 2) Menilai laporan; menetapkan standar untuk penilaian, membandingkan antara hasil kerja dengan standar yang telah ditetapkan. 3) Melakukan tindakan perbaikan bila dipandang perlu. Fungsi manajerial kontroling adalah mengaharapkan agar seluruh kegiatan berjalan sesuai dengan rencana yang sudah ditetapkan dalam kebijaksanaan dan prosedur.


Tuhan Yesus Memberkati.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar