Nama
: Pdt. Daniel Albert Tobing
S.Th, M.AP
Pdt. Soneta Sangsurya Siahaan, SE, M.Th
Kepemimpinan administrasi Gereja dalam meningkatkan
pelayanan gerejawi.
1. Pendahuluan. Kepemimpinan (leadership) merupakan inti daripada manajemen karena
kepemimpinan merupakan motor penggerak bagi sumber-sumber dan alat-alat manusia
dan alat-alat lainnya dalam suatu organisasi. Demikian pentingnya peranan
kepemimpinan dalam usaha mencapai tujuan suatu organisasi sehingga dapat
dikatakan bahwa sukses atau kegagalan yang dialami oleh organisasi sebagian
besar ditentukan oleh kualitas kepemimpinan yang dimiliki oleh orang-orang yang
diserahi tugas memimpin dalam organisasi itu.
Karena
pada hakikatnya seorang administrator atau manajer adalah juga seorang pemimpin
karena yang dimaksud dengan seorang “pemimpin” adalah setiap orang yang
mempunyai “bawahan”. Sukses atau tidaknya suatu organisasi dalam mencapai
tujuan yang telah ditentukan tergantung pada cara-cara memimpin yang
dipraktikkan oleh orang-orang “atasan” itu. Sebaliknya, sukses tidaknya seorang
pemimpin melaksanakan tugas kepemimpinannya, terutama tidak ditentukan oleh
tingkat keterampilan tekhnis (technical
skills) yang dimilikinya, akan tetapi lebih banyak ditentukan oleh
keahliannya menggerakkan orang lain untuk bekerja dengan baik (managerial skills). Berhasil
tidaknya seorang pemimpin memang akan dilihat dari hasil kerjanya. Hasil itu
tentu saja dipengaruhi oleh proses sejak awal menjadi pemimpin, proses
manajemen kepemimpinan, dan evaluasinya, baik evaluasi proses maupun hasil
kerjanya. Sehingga dapat diartikan bahwa seorang pemimpin
yang baik adalah seseorang yang tidak melaksanakan sendiri tindakan-tindakan
yang bersifat operasional, tetapi mengambil keputusan, menentukan
kebijaksanaan, dan menggerakkan orang lain untuk melaksanakan keputusan yang
telah diambil sesuai dengan kebijakan yang telah digariskan.
2. Administrasi
Gereja. Administrasi
merupakan penggabungan dua kata dari bahasa Latin yaitu Ad dan Ministrare yang
berarti melayani, mengurus, dan bertanggung jawab atas sesuatu urusan kekayaan
atau harta milik berikut personilnya kepada milik dari suatu urusan tersebut.
Administrasi dalam bahasa Belanda yaitu administratie
yang berarti penyusunan keterangan-keterangan secara sistematis dan
pencatatannya secara tertulis dengan tujuan memperoleh sesuatu intisari
mengenai keterangan-keterangan itu dan hubungannya antara yang satu dengan yang
lain. Mengenai Terminologi Administrasi dapat disimpulkan bahwa administrasi
adalah usaha proses kerjasama antar sesama manusia dalam suatu organisasi untuk
mencapai tujuan yang telah disepakati sebelumnya, baik di lingkungan
pemerintahan, kantor, dan organisasi lainnya. Administrasi Menurut Sondang P Siagian (2008:2)
Administrasi didefinisikan sebagai keseluruhan proses kerja sama antara dua
orang manusia atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Menurut Mulyono (2008:42)
Administrasi adalah suatu kegiatan atau usaha untuk membantu, melayani,
mengarahkan dan mengatur semua kegiatan organisasi di dalam mencapai tujuan
secara tertib, efisien dan efektif. Tujuan utama
dalam organisasi dan administrasi dalam gereja adalah agar persekutuan gereja
dalam tri tugas hakikinya yakni beresekutu, bersaksi dan melayani menjadi
teratur, tertib, hidup saling mengasihi dan melayani dan akhirnya menjadi
berkat bagi dunia.
a. Fungsi
dan Prinsip administrasi gereja. Administrasi
gereja akan berhasil mencapai tujuan organisasi apabila seluruh fungsi
administrasi dapat diberdayakan dan dilaksanakan secara optimal. Fungsi-fungsi
administrasi pada umumnya dapat dibedakan sebagai: 1) Perencanaan
(planning), 2) Penyusunan staf (stafing), 3) pengorganisasian
(organizing) 4) pengawasan (controling), 5) pengarahan (directing) 6)
penganggaran (budgeting) dan 7) pengevaluasian (evaluating).
Sedangkan Prinsip atau hal-hal yang harus menjiwai administrasi gereja ialah:
1) Asas norma (Alkitab harus menerangi administrasi gereja) 2) Asas
ketepatan dan kesesuaian 3) Asas fleksibilitas 4) Asas dialektik
(perpaduan) pengetahuan, ketrampilan, dan seni. Penyelenggaraan Administrasi
gereja dilakukan oleh semua anggota gereja dan diorganisir oleh pemimpin
gereja. Karena itu selain memiliki kompetensi (kemampuan) rohani, pemimpin
gereja perlu memiliki kompetensi (kemampuan) Administrasi.
b.
Pengertian Gereja sebagai Organisasi.
Gereja dalam arti institusi tidak terlepas dari sebuah
organisasi. Karena di dalam gereja diperlukan suatu tatanan, pengaturan, penyusunan
maupun tentang pengelolaan dalam segala sesuatu proses yang dilakukan oleh
gereja tersebut demi tercapainya pengorganisasian yang baik sehingga gereja
dapat mencapai tujuannya, sebagai mandataris Allah didunia. Secara formal,
Ronald W. Leigh (1988) mendefinisikan gereja sebagai kumpulan orang-orang yang
diselamatkan, orang-orang yang disebarkan untuk menginjili yang tersesat,
orang-orang yang dikumpulkan untuk saling membangun, dan orang-orang yang
dikelompokkan kembali dalam berbagai lembaga untuk melaksanakan
pelayanan-pelayanan khusus. Dalam Perjanjian Baru, gereja dalam bahasa Yunani
yaitu “ekklesia” yang memiliki kata
dasar “kaleo” yang berarti mereka
dipanggil keluar. Pengertian Gereja juga berasal dari kata “igreya” yang berarti menjadi milik
Tuhan, jadi yang dimaksud dengan gereja adalah persekutuan orang percaya yang
telah menjadi milik Tuhan. Tujuan gereja atau fungsi dan misi gereja ada tiga
yaitu:
1) Penginjilan adalah memberitakan Injil, supaya semua
orang mendengar, percaya, dan menerima Injil.
2) Pembinaan adalah membina orang yang sudah percaya
(Kristen) bertumbuh kerohaniannya, menjadi dewasa imannya, karakter dan
sifat-sifatnya menjadi seperti Kristus.
3) Pelayanan sosial (diakonia) adalah pelayanan orang miskin yang belum atau sudah percaya
perlu dibantu agar dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya yang pokok
3. Kepemimpinan. Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau
memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan
organisasi. Sangat jelas dinyatakan bahwa seseorang disebut pemimpin kalau dia
dapat mempengaruhi atau memberi contoh kepada pengikutnya agar dapat mencapai
suatu tujuan, terlepas dari apakah tujuannya baik atau tidak baik (Muliana,
2013). Dapat dikatakan bahwa kepemimpinan adalah seni memimpin yang
memerlukan proses yang berisi pengaruh dan mempengaruhi guna mencapai tujuan
organisasi. Proses itu tentu saja berjalan melalui berbagai cara yang tidak
terlepas dari administrasi dan manajemen berorganisasi. Kepemimpinan (Leadership) adalah proses
pengaruh-mempengaruhi antar pribadi atau antar orang dalam suatu situasi
tertentu, melalui aktivitas komunikasi yang terarah untuk mencapai suatu tujuan
atau tujuan-tujuan terntentu. Dalam kepemimpinan selalu terdapat unsur pemimpin
(influencer), yakni yang mempengaruhi tingkah laku pengikutnya (influencee)
atau para pengikutnya dalam suatu situasi (Djadi, 2009). Pemimpin yang efektif
adalah orang yang menciptakan visi inspiratif masa depan. Pemimpin itu mampu
memotivasi dan mengilhami orang untuk terlibat dalam visi itu, mengatur
penyampaian visi, menjadi pelatih dan membangun tim sehingga lebih efektif
dalam mencapai visi. Kepemimpinan menyatukan keterampilan yang dibutuhkan untuk
melakukan hal-hal ini. Seorang pemimpin melangkah di saat krisis, dan mampu
berpikir dan bertindak kreatif dalam situasi sulit. Tidak seperti manajemen,
kepemimpinan tidak bisa diajarkan, meski bisa dipelajari dan ditingkatkan
melalui pembinaan atau pendampingan.
4. Human Relations Manajemen merupakan inti
administarsi dan kepemimpinan yang juga merupakan inti dari manajemen, akan
tetapi human relations merupakan
aspek yang sangat penting dari kepemimpinan terutama apabila ditinjau dari segi
kemampuan mempengaruhi perilaku para bawahan dalam rangka pencapaian tujuan
yang telah ditentukan. Dengan perkataan lain, dibidang administrasi
sekarang ini telah disadari dan diakui bahwa di dalam setiap kegiatan
administrasi unsur manusia serta hubungan-hubungan antar manusia itu merupakan
faktor yang menentukan sukses tidaknya proses administrasi itu dijalankan. Hal
ini berarti bahwa manusia didalam suatu organisasi tidak boleh diperlakukan
sama dengan unsur-unsur administrasi lainnya seperti modal, mesin, alat-alat
perlengkapan dan sebagainya. Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa human relations adalah keseluruhan
rangkaian hubungan, baik yang bersifat formal maupun informal, antara atasan
dan bawahan, atasan dengan atasan serta bawahan dengan bawahan yang lain yang
harus dibina dan dipelihara sedemikian rupa sehingga tercipta suatu team work dan suasana kerja yang serasi
dan harmonis dalam rangka pencapaian tujuan.
5. Pengambilan
keputusan Konsekuensi dari tugas pokok memimpin itu ialah bahwa sebagian besar
waktu dari setiap pemimpin harus dipergunakannya untuk mengambil keputusan.
Dengan kata lain keberhasilan atau kesuksesan dalam memimpin akan sangat
bergantung bukan pada keterampilannya melakukan kegiatan-kegiatan operasional,
akan tetapi akan dinilai terutama dari kemampuannya dalam mengambil keputusan.
Dengan demikian maka salah satu persyaratan kepemimpinan yang perlu dipenuhi
oleh setiap orang yang menduduki jabatan pimpinan ialah keberanian untuk
mengambil keputusan yang cepat, tepat, praktis dan rasional serta memikul
tanggung jawab atas akibat dan risiko yang timbul sebagai konsekuensi daripada
keputusan yang diambilnya. Keberanian tersebut dapat timbul jika :
a.
Pemimpin mempunyai kemampuan analisis yang tinggi
b.
Pemimpin mengetahui pengaruh dari faktor lingkungan tempat organisasi yang
dipimpinnya bergerak
c.
Secara teknis mengetahui apa yang hendak dicapai oleh organisasi yang
dipimpinnya
d.
Pemimpin yang bersangkutan memiliki pengetahuan yang mendalam tentang dirinya
sendiri, kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahannya, termasuk di dalamnya
kemampuan dan kemauan belajar terus-menerus
e.
Pemimpin mendalami tentang perilaku bawahannya, karena dalam rangka
kepemimpinan perilaku bawahan itu sangat besar pengaruhnya dalam berhasil
tidaknya organisasi mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Menurut Ibnu Syamsi (2000:7)
Pengambilan keputusan dapat bersifat tunggal yaitu sekali diputuskan tidak akan
ada kaitannya dengan masalah lainnya dan bersifat ganda (multiple objective)
yaitu satu keputusan yang diambilnya itu sekaligus memecahkan dua masalah (atau
lebih) yang sifatnya kontradiktif ataupun yang tidak kontradiktif.
Pada hakekatnya pengambilan keputusan
adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap suatu masalah yang dihadapi.
Kepemimpinan
dapat berjalan lancar dan dapat mencapai tujuan organisasi apabila ada
pengambilan keputusan-keputusan yang tepat. Pengambilan keputusan-keputusan
yang tepat sangat ditentukan oleh kualitas moral dan karakter dari si pengambil
keputusan. Karena itu dapat disimpulkan bahwa inti dari administrasi adalah
manajemen, inti dari manajemen adalah kepemimpinan, inti kepemimpinan adalah
pengambilan keputusan, dan inti pengambilan keputusan adalah moral dan
karakter. Moral, karakter, spiritual dan iman seorang pemimpin sangat
menentukan kualitas keputusan yang diambilnya. Kualitas keputusan itulah yang
akan menentukan apakah seorang pemimpin itu dikategorikan baik, biasa saja,
atau dikategorikan buruk. namun perlu juga diperhatikan bahwa kualitas
keputusan yang baik hendaknya diikuti dengan implementasi yang baik. Pemimpin
yang baik akan mengawal pelaksanaan keputusannya sampai kepada tercapainya
tujuan yang telah ditetapkan (Jason, 2009). Seorang pemimpin yang baik pasti
menjalankan fungsi-fungsi manajemen dengan cermat. Fungi-fungsi manajemen yang harus dijalankan itu, menurut konsep George
R. Terry, adalah perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan, dan pengawasan.
Menurur konsep Urwich, fungsi-fungsi dari manajemen itu meliputi: perencanaan,
pengorganisasian, penetapan staf pelaksana, pangarahan dan pangawasan,
pengkoordinasian, pelaporan, serta penyusunan dan penetapan anggaran.
Kepemimpinan sebagai inti dari manajemen tidak dapat dipisahkan, bagaikan dua
sisi dari satu mata uang. Kepemimpinan sebagai subyek dan manajemen sebagai
sarana, sedangkan organisasi sebagai wadah kegiatan administrasi (Jason, 2009).
Prinsip dan fungsi kepemimpinan yang dikemukakan di atas berlaku secara
universal pada semua organisasi, termasuk di dalamnya organisasi keagamaan
seperti organisasi gereja.
Kepemimpinan Gereja adalah model Kepemimpinan
Gembala.
6. Ada banyak model kepemimpinan dalam
Alkitab, antara lain sekolah para nabi, kepemimpinan hamba, hubungan
guru-pelajar, pemuridan, coaching, mentoring, dan yang paling ngetop menurut
beberapa ahli yaitu kepemimpinan model gembala yang didasarkan pada Mazmur 23:
Tuhan, gembalaku yang baik. Mazmur ini dimulai dengan pernyataan meyakinkan :
“Tuhan adalah gemabala ku yang baik, takkan kekurangan aku.” Mazmur ini menjadi
salah satu nyanyian yang paling dikenal dan dihargai dalam literatur Perjanjian
Lama yang pernah ditulis. Mazmur ini merupakan hasil refleksi Daud terhadap
tugas Tuhan sebagai gembala-pemimpin bagi rakyatnya. Mazmur ini merupakan
semacam daftar pelajaran tentang tugas kepemimpinan dan refleksi kritis tentang
tugas kepemimpinan dari membimbing domba. Tuhan adalah gembalaku adalah
gambaran kepedulian, keberanian, dan bimbingan (Resane, 2014).
Perjanjian
Baru memiliki 16 referensi terkait gembala. Baiklah dikemukakan bererapa yang
dapat menjadi referensi penting bagi kepemimpinan gereja. Para gembala berada
di antara yang pertama untuk menerima pesan kelahiran Yesus dan mengunjungiNya
(Luk 2: 8-20). Gembala dan domba digunakan untuk menggambarkan hubungan Kristus
dengan pengikutNya yang menyebutnya sebagai Tuhan Yesus, dan bahwa gembala
lebih besar dari domba (Ibr 13:20). Yesus mengemukakan pelajaran dalam
perumpamaan penting bahwa diriNya sebagai gembala yang baik, yang tahu
dombaNya, dan akan memberikan nyawaNya bagi mereka (Yoh 10: 7-18). Setelah
kebangkitanNya, Yesus menugaskan Petrus untuk menggembalakan atau memberi makan
domba-dombaNya (Yoh 21: 15-17). Dalam pidato perpisahannya kepada para penatua
di Efesus, Paulus menggambarkan gereja dan para pemimpinnya sebagai kawanan
dengan gembala (KPR 20:28) (Resane, 2014). Gereja tentu tidak begitu saja
digambarkan sebagai kawanan (domba) dan kepemimpinan (pemimpin) entah itu
penatua, syamas, pastor (pendeta) digambarkan sebagai gembala. Tentu saja ada
latar belakang kenyataan-kenyataan riil dan pola pikir yang dibangun
berdasarkan pengalaman umat bergereja. Pada zaman Yesus tentu saja
penggembalaan kawanan domba masih merupakan sesuatu yang penting, sehingga
dipakai sebagai contoh. Dalam konteks ini Yesus adalah “Gembala yang baik” dan
sering digunakan kualitas seorang gembala yang baik untuk mengajarkan berbagai
pelajaran penting bagi domba-dombanya. Apa saja pelajaran yang dapat dipetik
dari gembala? mari kita pelajari peran dan fungsi gembala dalam Alkitab.
Referensi Alkitab yang pertama untuk proses menggembalakan dapat dilihat pada
Habel, putra Adam (Kej 4: 2). Penggembala adalah pekerjaan utama orang Israel
di awal zaman patriarkal. Beberapa contoh dapat disebut, antara lain Abraham
(Kej 12: 16); Rachel (Kej 29: 9); Yakub (Kej 30: 31-40) dan Musa (Kel 3: 1).
Fungsi gembala secara luas adalah memimpin domba ke padang rumput dan air
(kebutuhan makan minum) (Maz 23: 1). Melindungi dari hewan liar (keamanan) (1
Sam 17: 34-35). Menjaga kawanan di malam hari, apakah di tempat terbuka (Luk 2:
8) atau di padang rumput (Zef 2: 6) di mana mereka menghitung domba-domba
ketika kembali memasuki areal perkemahan (Yer 33: 13). Para gembala mengurus
dombanya dengan teliti bahkan membawa anak domba yang lemah di lengan mereka
(Yes 40: 11) (Resane, 2014). Di sisi lain, domba mewakili kekayaan karena
mereka menyediakan makanan (susu); pakaian (wol dan kulit); dan tempat tinggal
(kulit untuk tenda). Selanjutnya, domba memainkan peran utama dalam sistem
korban Lewi. Mereka ditawarkan sebagai korban bakaran (Im 1: 10), korban
penghapus dosa (Im 4: 32), korban rasa bersalah (Im 5: 15), dan korban
keselamatan (Im 22: 21) (Resane, 2014).
Demikianlah
dalam Perjanjian Lama, kepemimpinan diibaratkan layaknya seorang gembala yang
mengumpulkan anak-anak domba dalam pelukannya dan membawa mereka dekat dengan
hatinya; ia lembut memimpin orang-orang muda dengan belas kasih agar terhindar
dari predator yang selalu bersiap memangsa mereka. Gembala dan domba memiliki
semacam keterikatan “simbiosis mutualisme” yang saling membutuhkan. Jadi tidak
ada anggapan gembala lebih penting dari domba di antara keduanya. Perumpamaan
dari Perjanjian Baru tentang gembala dapat dilihat pada Injil Yohanes 10,
khususnya ayat 14 dan 16:
“Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal
Aku... Ada lagi pada-Ku domba-domba lain, yang bukan dari kandang ini;
domba-domba itu harus Kutuntun juga dan mereka akan mendengarkan suara-Ku dan
mereka akan menjadi satu kawanan dengan satu gembala.” Tantangan bagi gembala di sini adalah
bagaimana ia mengajar para domba untuk mematuhi perintahnya. Gembala yang baik
akan merawat dan bertanggung jawab, bahkan memberi nama-nama yang akan direspon
jika dipanggil.
Tugas dan
tanggung jawab besar gembala di sini adalah mempedulikan, berani membela, dan
membimbing domba-dombanya. Pola kepemimpinan gembala ini dikombinasikan dengan
baik oleh Lukas 22: 26 yang menyatakan bahwa yang menjadi pemimpin adalah
mereka yang siap menjadi orang-orang yang melayani. Kepedulian pemimpin-gembala
meliputi fungsi restorasi yang memerlukan aspek mencari, menemukan, dan membawa
pulang. Ini semua ditemukan dan terekspos dalam Yohanes 10. Yesus, sebagai
Gembala yang baik cemas untuk memulihkan atau menemukan domba yang hilang (Yoh
10: 11). Yesus meninggalkan 99 dan mencari 1 yang hilang. Gembala tidak
menyerah sampai domba yang hilang ditemukan, dan Ia tidak memarahinya malahan
menggendong dan mengobatinya. Kasih yang tulus bukan hanya tentang mengobati
tetapi juga mendisiplinkan (Resane, 2014). Satu hal yang sering dilupakan pada
peran mendisiplinkan adalah gembala yang baik akan mematahkan salah satu kaki
domba keras kepala yang melawannya, dan akan menggendong serta mengobatinya
sepanjang perjalanan. Pada saatnya, sang domba tersebut akan menjadi yang
paling setia dan penurut dalam proses penggembalaan itu.
Keberanian
merupakan salah satu hal penting lainnya dari kualitas kepemimpinan yang harus
dimiiki pemimpin-gembala. Hal ini berkaitan dengan peran gembala dalam
menghadapi situasi bahaya yang mengancam komunitas gembalaannya. Keberanian
diperlukan pemimpin gereja yang bertindak sebagai gembala untuk menghadapi
tuduhan-tuduhan dan serangan kawanan predator.” Pemimpin-gembala yang berani
akan berdiri paling depan dan menjadi yang pertama bertindak menghadapi ancaman
dengan penuh percaya diri. Para pemimpin gereja dengan demikian menempatkan
kehidupan mereka pada resiko demi keselamatan domba-domba (umat). Mereka bukan
gembala-gembala upahan yang cenderung meninggalkan para domba ketika ada
serangan yang akan menghancurkan kawanan. Penegasan penting seputar
Kepemimpinan gereja di sini adalah menjadi pemimpin itu bukan hanya untuk
“martabat” tetapi juga untuk “kegunaan”.
Inilah fungsi fundamental hodegos (pemimpin atau pemandu) (Resane,
2014).
Pemimpin
juga tidaklah lepas dari kritikan. Hal ini terlihat ketika Yesus menggunakan
hodegos sebagai kiasan di Matius 23: 16 dan 24 di mana Ia mengkritik ahli-ahli
Taurat dan orang-orang Farisi dalam menjalankan kepemimpinan mereka. Yesus
mengibaratkan kepemimpinan mereka sebagai kepemimpinan yang buta terhadap situasi kehidupan umat
di sekitarnya. Yesus bahkan mengajarkan para murid untuk melakukan dan menuruti
perkataan para ahli Taurat dan orang-orang Farisi tetapi melarang melakukan apa
yang mereka lakukan (Mat 23: 3), karena perkataan mereka benar tetapi perbuatan
yang dilakukan tidak sejalan dengan perkataan yang diucapkan dalam
ajaran-ajaran mereka.
Kepemimpinan gereja yang di dalamnya menganut filosofi
pemimpin-gembala harus memiliki keberanian untuk berpartisipasi aktif dalam
perubahan lingkungan (courage to
participate in changing environment). Gembala-gembala mestinya proaktif
untuk berubah. Tujuan utama perubahan adalah meningkatkan skill dalam
pengawasan, pembimbingan, dan pengarah dalam konteks perubahan lingkungan yang
mengancam para domba. “leader in God’s
mission must lead in a rapidly changing word – in social, cultural, economic,
pilitical and religious environments at local, national, dan global levels’. The
shepherd-leader participates
in eschatological journey with the sheep, as he is also a human being still
under construction” (Franklin K,
2009).
Gembala dan domba (pemimpin dan umat) sepatutnya
menjalani hidup bersama demi kepentingan bersama pula. Gembala yang baik, yang
mengacu pada Yesus, peduli pada domba-dombanya baik individu maupun kawanan.
Fungsi utama pemimpin gembala: merawat, membimbing dan berani mengambil resiko
dengan cara yang efektif hendaknya dipraktekan dengan penuh tanggung jawab.
Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya, bukan bersembunyi di
balik kawanan jika “predator” menyerang. Itulah kepemimpinan gereja,
kepemimpinan yang merawat, membimbing dan berani menantang perubahan zaman.
Kepemimpinan yang Melayani.
7. Tantangan
pertama datang dari dalam diri kepemimpinan gereja. Tantangannya berupa
kemampuan (skill), sikap mental, dan motivasi kepemimpinan. Belakangan ini, disadari atau tidak, aroma “tuan besar” dalam
pelayanan gereja cenderung menguat seiring dengan menguatnya aroma “tuan besar”
dalam kepemimpinan sekular. Pemimpin di gereja seakan-akan menjadi peluang
untuk berkuasa. Padahal, hakikat kepemimpinan gereja adalah pelayanan. Pemimpin
gereja adalah pelayan. “....
Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu,
dan barang siapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi
hambamu.” Mat 20: 26 dan 27). Barangsiapa yang ingin menjadi pemimpin haruslah
menjadi pelayan dan barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu hendaklah ia
menjadi pelayanmu. Dari kedua pernyataan ini jelas bahwa yang ingin menjadi
pemimpin atau menjadi yang terbesar ia harus terlebih dahulu menjadi seorang
pelayan bagi yang lainnya. Kata “harus” dalam Alkitab Bahasa Indonesia Sehari-hari dan “hendaklah” dalam Alkitab Terjemahan Baru memberi satu
perintah atau merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan
bagi setiap orang yang ingin menjadi pemimpin. Hal itu sangat jelas ditegaskan
oleh Yesus dalam ayat ini kepada murid-murid-Nya pada waktu itu. Menjadi pelayan
merupakan hal yang wajib atau harus dilakukan bagi mereka yang ingin menjadi
pemimpin dan hal itu harus selalu tampak dalam setiap pribadi yang ingin
menjadi pemimpin (Ferry, 2013).
Jika paradigma kepemimpinan gereja adalah pemimpin yang
melayani dan bukan dilayani maka visi Yesus yag tertuang dalam Matius 20: 26
dan 27 di atas telah dijalankan dengan benar. Tantangan permintaan ibu Yakobus
dan Yohanes dalam kaitan dengan pemimpin yang memerintah dalam Matius 20: 20-28
sepatutnya dipahami dalam konteks yang sedang terjadi akhir-akhir ini dimana
suksesi kepemimpinan baik
di kalangan gereja maupun sekuler sedang
terjadi. Kemampuan manajemen kepemimpinan
yang ditunjang dengan sikap mental (karakter) dan motivasi memimpin sangat
diperlukan demi menunjang proses kepemimpinan dalam gereja.
Peran
dan Tanggung Jawab Pemimpin Gereja.
8. Sebagai pendeta, majelis (penatua atau
diaken) ataupun pemimpin kita harus dapat meningkatkan mutu pelayanan gerejawi
yang kita bina agar tercapai suatu tujuan yang kita inginkan. Pemimpin/pendeta
gereja itu mempunyai tugas memimpin, maka pendeta itu merupakan kekuatan
sentral yang mampu mempengaruhi dan menggerakkan orang lain untuk mencapai
suatu tujuan dengan irama yang diciptakan. Ada
beberapa peranan pemimpin gereja, untuk meningkatkan pelayanan gerejawi, antara
lain :
a.
Pendeta/majelis Gereja sebagai leader (pemimpin) harus mampu memberikan petunjuk dan pengawasan, meningkatkan kemampuan
majelis (penatua/diaken) dan kerohanian jemaat. Ada beberapa karakater yang
harus dimiliki pemimpin/pendeta gereja sebagai leader yaitu, karakter khusus
yang mencakup kepribadian, keahlian dasar, pengalaman dan pengetahuan
professional, serta pengetahuan administrasi dan pengawasan. Pemimpin gereja
sebagai leader memiliki visi dan mempunyai peranan dalam mengelola visi menjadi
sebuah kenyataan. Untuk menjadi pemimpin yang efektif menggunakan analitis yang
dikembangkan dengan dan baik dan kemampuan intelektual dalam membimbing para
penatua. Diaken dan staf dalam proses mengidentifikasi masalah-masalah,
keterampilan analisa situasi dan manajemen untuk menyelesaikan konflik dan
mampu membuat berbagai rencana kerja.
b. Pemimpin gereja sebagai administrator memiliki
hubungan yang sangar erat dengan
berbagai aktifitas pengelolaan administrasi yang bersifat pencatatan, menyusun,
dan pendokumenan seluruh program gerejawi. Sebagai
seorang administrator, pendeta harus memiliki kemampuan untuk memperbaiki dan
mengembangkan semua fasilitas gereja baik sarana maupun prasarana pelayanan
gereja. Peran Pendeta sebagai administrator dapat dilihat pada kemampuan menyusun dan pelaksanaan program gereja,
pengelolaan personia, pengelolaan saran dan prasarana, pengelolaan administrasi
kearsipan, dan pengelolaan administrasi keuangan. Pemimpin gereja, dalam hal ini administrator harus
juga menyadari banyaknya jumlah waktu yang akan digunakan dalam segi-segi yang
lebih kelihatan duniawi. Pemimpin harus menyediakan waktunya untuk berbicara
dengan orang-orang tentang masalah yang bagi mereka penting. Ia harus mempunyai
waktu untuk berpikir. Pentingnya inisiatif dan gagasan merupakan dasar untuk
menghasilkan administrasi yang kreatif, maka administrator harus mempunyai
waktu untuk memproduksi jumlah.
c. Pemimpin
gereja sebagai Komunikator. Dalam
hal organisasi seorang pemimpin harus mampu menjadi seorang komunikator yang
baik. Manajer adalah orang yang mengatur pekerjaan atau kerjasama yang baik
dengan menggunakan orang untuk mencapai sasaran, orang yang berwewenang atau
bertanggungjawab, membuat rencana, mengatur, memimpin dan mengendalikan
pelaksanaannya untuk mencapai sasaran tertentu. Dalam memprakarsai kegiatan
komunikasi, setiap bagian dalam organisasi, manajemen dan administrasi haruslah
mengetahui bagian ini, yakni: siapa, mengatakan apa, melalui sarana apa, kepada
siapa, dengan efek atau pengaruh apa. Unsur-unsur yang harus diketahui dalam
proses komunikasi, yaitu:
a. Komunikator (encoder) b. Pesan
(message) c. Komunikan (communicant)
c. Efek (effect). Jadi dapat
disimpulkan bahwa proses komunikasi
adalah bertindak sebagai encoder yang memberikan data (code) kepada komunikan (decoder)
sehingga pesan yang disampaikan dapat memberikan pengaruh (effect).
d-. Pemimpin
gereja sebagai Organisator, dimana administrasi bergantung pada organisasi yang
efektif. Salah satu tugas dari kepemimpinan itu adalah mengatur atau
mengorganisasi tugas-tugas administrative, seprti mengangkat pegawai, mengawasi
dan mendelegasi. Oleh karena itu, aspek-aspek dari perkerjaan ini akan lebih
mudah dan membentuk administrasi akan menjadi positif.
e. Pemimpin
gereja sebagai pembuat keputusan, yakni: karena tanggung jawab pelaksanaan
akahirnya keputusan terletak pada yang memimpin itu sendiri yang mengahasilkan
pelaksanaan dan harus diberikan kepada orang-orang yang memikul tanggung jawab.
Tentu saja pemimpin mendelegasikan otoritasnya untuk membuat keputusan, dan ada bagian proses
pendelegasian. Pembuatan keputusan berada hampir dalam setiap bidang
kepemimpinan, namun secara sadar/tidak sadar tugas itu ditakuti orang-orang
yang mempunyai kedudukan bertanggung jawab dalam program pendidikan gereja.
f. Pemimpin
gereja sebagai pemberi Motivasi.
Motivasi adalah dorongan yang timbul dari diri seseorang sadar atau
tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Motivasi
juga dapat diartikan serangkaian hal yang menyebakan manusia merasakan
kebutuhan dank arena kebutuhan itu tergerak atau digerakkan untuk melakukan
sesuatu. Dalam memotivasi diperlukan adanya taktik atau strategi agar motivasi
tersebut dapat dijalankan. Hal yang sagat mendasar bagi seorang pemimpin adalah
bagaimna pengaruhnya dalam menjual gagasan-gagasan untuk mendapatkan penerimaan dari
kebijakan-kebijakan dan rencana-rencananya dan bagaimana pula pengaruhnya dalam
memotivasi orang lain agar mendukung keputusan program gereja.
g. Pemimpn
gereja sebagai pendorong Kreatifitas. Kreatifitas berarti kemampuan untuk mencipta,
daya cipta, atau perihal berkreasi. Kata ini berasal dari kata kreatif artinya
daya cipta atau kemampuan untuk menciptakan. Jadi manajerial kreatifitas adalah
orang yang memiliki kemampuan, kecakapan, atau keahlian tertentu untuk
menciptakan atau berkreasi secara efektif. Fungsi manajaerial kreatifitas
diantaranya: a. Meneledani integritas
dengan setiap orang yang berhubungan dengan pemimpin. b. Menghargai orang lain.
c. Memperlihatkan kepercayaan kepada orang lain supaya mereka percaya kepada
diri sendiri. d. Mampu mendengarkan pendapat orang lain supaya pemimpin dapat
membina hubungan yang baik dengan bawahan. e. Pemimpin harus mampu memahami
orang lain. f. Pemimpin harus mengenal bawahannya. g. Memperlengkapi anggota
supaya anggota mampu memahami sipa diri mereka. h. Adanya sistem pengkaderan
terhadap pemimpin yang akan datang.
h. Pemimpin/Pendeta
Gereja sebagai Inovator. Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai
innovator, maka pemimpin gereja/pendeta harus memiliki strategi yang tepat untuk
menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan, mencari gagasan baru,
mengintegrasikan setiap kegiatan, memberikan teladan kepada seluruh warga
jemaat, dan mengembangkan model-model pembelajaran/pelayanan yang inovatif.
Pemimpin/Pendeta gereja sebagai innovator harus mampu mencari, menemukan, dan
melaksanakan berbagai pembaharuan dalam pelayanan gereja.
i. Pemimpn gereja sebagai Kontroling. Dalam ilmu manajemen masalah mengontrol merupakan hal yang lebih diutamakan, karena
sejauh manapun baiknya perencanaan, pengorganisasian, pengkordinasian, tetapi
tanpa adanya kontroling, atau pengawasan maka organisasi itu tidak berjalan
sesuai dengan yang diharapkan. Kontrol berarti memeriksa, memerintah atau
mengawasi. Mengontrol dapat diartikan sebagai pengendalian. Pengendalian
merupakan suatu proses menetapkan pekerjaan yang sudak dilaksanakan, menilainya
dan mengawasinya. Beberapa hal yang dilakukan dalam melakukan tindakan
pengendalian atau kontroling, yaitu: 1) Melaporkan
hasil kerja atau kegiatan. 2) Menilai laporan; menetapkan standar untuk
penilaian, membandingkan antara hasil kerja dengan standar yang telah
ditetapkan. 3) Melakukan tindakan perbaikan bila dipandang perlu. Fungsi
manajerial kontroling adalah mengaharapkan agar seluruh kegiatan berjalan
sesuai dengan rencana yang sudah ditetapkan dalam kebijaksanaan dan prosedur.
Tuhan Yesus Memberkati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar